Kepulauan Indonesia terletak diantara batas 4 lempeng tektonik besar
sehingga merupakan wilayah yang sangat rawan bencana gempabumi. Busur
Kepulauan Indonesia terletak pada batas pertemuan empat lempeng tektonik
bumi yang sangat aktif, yaitu: lempeng Eurasia, Lempeng India dan
Australia, dan Lempeng Pacifik, karena itu merupakan wilayah sangat
rawan terhadap bencana gempa-gempa tektonik. Lempeng Lautan Hindia dan
Australia bergerak ke Utara sekitar 50 – 70 mm/tahun dan menunjam di
bawah Palung laut dalam Sumatra – Jawa sampai ke Barat Pulau Timor di
NTT. Kemudian di sepanjang tepian Lempeng Kepulauan dari P. Timor ke
arah Timur dan terus memutar ke Utara berlawanan arah jarum jam menuju
wilayah perairan Maluku, Lempeng Benua Australia menabrak dengan
kecepatan ~ 70 mm/tahun. Jadi di wilayah ini yang terjadi bukan
penunjaman lempeng lautan lagi tapi zona tumbukan lempeng benua terhadap
lempeng Kepulauan. Di Utara Indonesia Timur, Lempeng Pacific menabrak
sisi Utara Pulau Irian dan Pulau-pulau di Utara Maluku dengan kecepatan
120 mm/tahun, dua kali lipat lebih cepat dari kecepatan penunjaman
Lempeng di bagian sisi Barat dan Selatan Indonesia. Tekanan dahsyat
karena pergerakan dari empat lempeng besar bumi ini menyebabkan interior
lempeng bumi dari Kepulauan Indonesia terpecah-pecah menjadi
bagian-bagian kecilkerak bumi yang bergerak antara satu terhadap lainnya
yang dibatasi oleh patahan-patahan aktif. Kejadian gempabumi besar dan
merusak umumnya terjadi pada wilayah di sepanjang pertemuan ke tiga
lempeng besar tersebut dan juga pada jalur patahan-patahan aktif yang
terbentuk di bagian interior lempeng kepulauan Indonesia. Sebagian
sumber gempa bumi tersebut berada di bawah laut sehingga berpotensi
tsunami.
Patahan adalah retakan pada kulit bumi dengan dua
sisi bergerak berlainan arah serta berpotensi menimbulkan gempa. Para
peneliti gempa memperkirakan 60 persen wilayah Indonesia termasuk
beberapa kota besar berada di wilayah patahan rawan gempa. Seperti
Patahan Lembang membentang dalam bentuk bukit di utara Kota Bandung
dengan panjang sekitar 22 kilometer. Bahayanya, kini di atasnya berdiri
ribuan bangunan, Atau patahan Semangko, misalnya, memanjang dari
Nanggroe Aceh Darussalam hingga Lampung sepanjang 1.650 km. Patahan Opak
di Bantul, Yogyakarta, diduga kembali aktif akibat kegiatan Gunung
Merapi. Patahan Flores di Nusa Tenggara, Patahan Palu, Gorontalo, dan
Matano di Sulawesi. Patahan Tarera Audina di Papua. Patahan Jakarta di
sepanjang Ciputat-Kota ternyata sudah tidak aktif. Tapi bisa aktif lagi
jika dipicu gempa besar di dekat Jakarta dengan kedalaman yang dangkal.
Tidak
semua patahan bisa menimbulkan gempa. Harus ada syaratnya, yaitu
patahan itu harus besar dan masih aktif. Di dunia ada 5 kali Gempa
berskala 5 SR dalam sehari, tentu saja selama puluhan-jutaan tahun itu,
ada milyaran kali gempa diatas skala 5 SR. Jadi gempa sudah sejak dulu
karena adanya pergeseran lempengan. Yang dimaksud dengan patahan aktif
adalah patahan yang mempunyai sejarah atau indikasi pergerakan dalam
kurun 11.000 tahun terakhir(Zaman Holosen). Apabila ada indikasi
pergerakan pada waktu yang lebih tua sampai dengan sekitar 1.6 juta
tahun lalu (Zaman Kuarter) maka patahan tersebut diklasifikasikan
sebagai patahan yang berpotensi aktif.
Dari aspek tenaga
tektonik jelas bahwa bagian Indonesia Timur mempunyai potensi ancaman
bencana gempa bumi dua kali lipat dibandingkan dengan yang di bagian
barat. Namun dari aspek kerentanan, bagian barat Indonesia (Sumatra dan
Jawa) lebih rentan terhadap bencana gempabumi karena populasi
penduduknya lebih padat dan infrastrukturnya lebih berkembang.
Kutipan dari berbagai sumber. semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar